Sabtu, September 20, 2008

Behind the window...

Manusia adalah objek yg gak pernah ngebosenin. Hitung aja ada berapa puluh juta bahkan lebih foto ttg manusia. Dan itu gak pernah basi. Saya pun termasuk salah satu dari sekian banyak tukang poto yg suka motret manusia. Foto ini saya ambil saat berkunjung ke taman sari di Jogja, bangunan bersejarah ini sangat berdekatan dengan pemukiman penduduk sekitar. Karena suasana di dalam goa lumayan gelap, bukan berarti saya tidak motret. Saat mengintip dari jendela2 yg ada di goa, saya melihat ada objek foto yg cukup menarik. Kegiatan yg dilakukan bapak yang ada di foto ini mungkin sangat biasa dan sudah sering kita liat. Makanya saya mengambil jendela sebagai framing foto, biar foto terlihat sedikit tidak biasa untuk mengimbangi kegiatan si subjek yg sudah biasa. Saya masih belajar jadi sebuah masukan sangat dibutuhkan. Ditunggu komen nya.....

Kamis, September 18, 2008

street photography or photography street ???

Hayo.....istilah mana yg sering di pake "street fotografi atau fotografi street"? Atau malah keduanya? Nah trus apa makna dari kedua istilah diatas?? Saya pernah atau mungkin sering berdebat dengan partner debat saya mengenai hal ini (hehe...hai Ay!). Saya juga sempet berdiskusi dengan Kang Ray ttg hal ini. Street fotografi kalo menurut saya fotografi perjalanan. Saya sepakat dengan pendapat Kang Ray. Fotografi perjalanan lebih ditekankan pada perjalanan batin kita, perjalanan jiwa kita dan itu bisa di dapat dari pengalaman-pengalaman kita. Maksudnya objek yg kita ambil itu berdasarkan dari hati atau batin. Wah bingung juga ngomongnya. Contoh kasus aja deh ya... saat saya jalan ke pantai sendang biru yg ada di malang, saya memotret sepatu dengan background pantai. Saya juga gak tau kenapa saat sedang berada di sendang biru ingin memotret objek itu. Padahal objek tersebut bisa saya foto, saat sedang berada di pantai manapun kan? Nah ide yg muncul inilah yg saya bilang perjalanan batin. Kalau ditanya, saya juga gak tau kenapa punya ide seperti itu, jawabannya ya karena pengen aja. Klo boleh saya sebutkan, street fotografi lebih ke making photo Fotografi street, foto jalanan. Itu menurut saya loh. Nah klo yg ini, kita motret apa aja yg ada saat kita lagi jalan. Untuk sebagian orang, lebih banyak melihatkan ciri suatu tempat. Bisa dibilang dokumentasi perjalanan. Untuk yang ini bisa dibilang taking photo. Gimana, tapi sebelumnya ini hanya sebuah diskusi saja ya. Kesimpulannya silahkan anda ambil sendiri untuk kebutuhan sendiri dan silahkan diaplikasikan, juga sendiri ok. Mau street fotografi ataupun fotografi street yang penting berkarya jalan terus. Jangan sampai hanya terjebak pada sebuah perdebatan. SELAMAT BERKARYA....

Terkungkung....

Terkungkung..... Masihkah hingga kini? Lalu kapan kunci itu kita temukan untuk terlepas dari segala bentuk keterkuncian??

KLJ

-tangga rumah seniman Arifin- foto ini diambil dalam keadaan agak rindang. wamtu pengambilan 10 menit (lama ya). Adalah hal yg sulit buat saya motret KLJ. walaupun saat pengmbilan foto ini saya ditunjuk untuk jadi tutor KLJ saat workshop. Penuh perjuangan juga motretnya. Ternyata emang bener, saat mendapatkan sesuatu dg usaha lebih, ternyata saat sudah mendapatkannya, rasanya nikmat bgt euy.

Tut....tut....

Data teknis : fotogram. siapa bilang tidak bisa bermain di dunia foto, semakin banyaknya fotografi alternatif membuat dunia foto kini semakin variatif, tidak melulu menggunakan kamera dengan lensa, diafragma dll. Dan semua itu membuat kita bisa lebih "liar" dalam mengkreasikan imajinasi kita. Maka, BERKARYALAH DALAM KEBEBASAN BERFIKIR !!! (sorry Ay kata-kata lo gw pake :p)

Penting gak sih ???

Fotografer adalah painter of light, jadi ya melukislah dengan cahaya, jangan dengan photoshop" Nah lo.....setuju gak dengan statemen di atas?? saya menemukan istlah ini saat membaca majalah The Light edisi ke 14. Cukup menggelitik juga ya...karena sepertinya emang dari dulu sampe sekarang permasalahan ini selalu dibincangkan kadang malah diperdebatkan. Saya tidak menolak ataupun menyepakati statemen diatas, hanya saja yg menjadi pertanyaan saya adalah, masih penting gak sih kita ngebahas itu? Saya sedikit sependapat dengan pernyataan Edial Rusli saat ngobrol dirumahnya. Dark room itu proses di kamar gelap dan photoshop merupakan proses kamar terang. Jadi intinya sama aja kan, sama-sama proses. Asal semua sesuai kadar dan fungsinya. Ketika itu foto jurnalis ya..janganlah terlalu lebay lah (kata anak sekarang) jangan sampe naturalitas foto bergeser. Atau sebaliknya untuk kebutuhan seni (misal kolase montase) ya...itu sekalian aja jor-joran digital imagingnya jangan nanggung hehe....gimana kang ray?? Buat saya pribadi yang penting ketika ingin mempelajari fotografi jangan tanggung atau instan. Sayang sekali, pelajari dari dasarnya. Lebih baik lagi kalau belajar mulai dari KLJ (kamera lubang jarum) atau fotogram trus bertahap ke analog SLR baru digital dan photoshop. Jadi karya yang kita buat bukan karena faktor lucky tapi karena emang kita mengerti. Gimana setuju gak? Karena ini forum bebas, so sapa aja boleh komentar apapun, bebas. Ditunggu ya komennya.....

Selasa, September 09, 2008

sarasehan foto, masihkan dibutuhkan??

Layaknya dalam sebuah pameran foto, terdapat satu sesi yang disebut sarasehan foto. Sebenernya apa sih sarasehan foto itu sendiri? Saya sendiri masih bertanya-tanya apa itu sarasehan foto dan batasannya sampai sejauh mana? Tapi melihat dari yang sudah-sudah, sarasehan foto adalah bagian bentuk dari pertanggungjawaban atas sebuah karya yang sudah kita pamerkan. Hanya saja pada pelaksanaannya sebagian besar dari yang pernah saya datangi justru terlihat seperti pengadilan karya, atau bahasa kerennya justifikasi karya. Orang-orang yg datang malah ada yg menganjurkan si pameris untuk merubah fotonya, baik dari angel atau yg lebih parah sampai ke konsep (beneran loh saya pernah disuruh merubah isi foto). Seorang teman pernah berkata, bahwa foto yang baik adalah foto yang bisa mengkomunikasikan apa yang ingin disampaikan oleh si fotografer kepada si penglihat. dan itu sampai. Dan fotografer Leo Lumanto pernah menyampaikan : "Istilah-istilah under exposure, over exposure, blur itu semua hanya satu kriteria keberhasilan secara teknis. Tidak ada yang salah diluar masalah teknis, karena itu merupakan pengalaman pribadi. Untuk itu seharusnya juga foto tidak untuk diperdebatkan, karena itu pengalaman pribadi." Nah, lalu seperti apa sih sarasehan yg baik itu? Dimana batasan sebuah sarasehan? Dan bagaimana jadinya kalau saraseha itu dihilangkan dari bagian sebuah pameran?